Uncategorized

KEE Jadi Solusi Konservasi Satwa Langka dan Ekonomi Masyarakat Berjalan Selaras di Lahan Basah Mesangat Suwi

LintasMahakam.com, Samarinda – Setelah melewati proses yang panjang, akhirnya Lahan Basah Mesangat Suwi (LBMS) di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sah menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).

Melalui Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 522.5/K.672/2020 tentang penetapan Peta Indikatif Ekosisten Esensial Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), Lahan Basah Mesangat Suwi diakui sebagai satu diantara dua eksisting KEE dan 12 KEE indikatif lainnya, dengan luas 13.570 ha.

Konsorsium Yayasan Khatulistiwa (Yasiwa) dan Yayasan Ulin sebagai bagian dari forum yang dibina Pemerintah Kabupaten Kutim berharap KEE Lahan Basah Mesangat Suwi dapat terjaga dengan baik, sejalan dengan ekonomi masyarakat lokal yang berkelanjutan.

“Pemkab Kutim terus berupaya mempertahankan eksistensi buaya Badas Hitam dan ekosistemnya di lahan basah Mesangat Suwi. Salah satu alasan kenapa harus menjadi KEE, selain itu kaya akan keanekaragaman hayati dan satwa lindung lainnya, seperti bekantan dan macam-macam ikan air tawar,” kata Plt Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Andi Palesangi.

Lahan Basah Mesangat-Suwi (LBMS) adalah bentang lahan basah yang meliputi sungai, limpasan banjir, rawa dan danau-danau pada sub DAS Kedang Kepala di Kecamatan Muara Ancalong dan Long Mesangat. Daerah ini merupakan sumber perikanan air tawar atau perikanan darat yang menyediakan matapencaharian bagi nelayan setempat.

Diketahui, LBMS juga menjadi habitat bagi spesies dilindungi dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, diantaranya Buaya Badas Hitam (Crocodylus siamensis) yang umum dijumpai di Lahan Basah Mesangat dan Bekantan (Nasalis larvatus) umum dijumpai di Lahan Basah Suwi.

Kedua spesies kunci tersebut masuk dalam daftar satwa langka dan dilindungi. Buaya Badas Hitam terdaftar menjadi satwa apendiks 1, satwa ini tidak boleh diperdangangkan menurut CITES dan dalam status konservasi sangat terancam punah. Sedangkan Bekantan, status konservasinya terancam punah dan termasuk satwa endemik Kalimantan.

“Buaya badas hitam adalah kekayaan hayati Kabupaten Kutim. Beruntung sekali, Kabupaten Kutim menjadi satu-satunya habitat Buaya Badas Hitam di Indonesia. Tidak hanya harus di jaga tapi juga dilestarikan. Apalagi, di habitat itu, juga aktivitas nelayan,” imbuhnya.

Dijelaskan dia, untuk membentuk KEE LMBS tersebut, Pemkab Kutim bersama-sama Konsorsium Yasiwa – Yayasan Ulin melibatkan banyak stakeholder. Tidak tanggung-tanggung, Pemkab Kutim bahkan menggandeng perusahaan-perusahaan sawit disekitar kawasan LBMS untuk bekerjasama dalam kegiatan konservasi di LMBS.

Tidak hanya itu, untuk menjaga keberlangsungan KEE LMBS, Pemkab Kutim telah menetapkan area bernilai konservasi tinggi seluas 8800,69 ha di tahun 2016. Namun jumlah luasan itu masih terbilang indikatif, lantaran di area tersebut dihuni dua perusahaan sawit yang masih dalam penilaian yakni PT SSS dan PT CSS.

“Ada perusahaan sawit di sana, tapi perusahaan – perusahaan yang ada juga ikut mendukung KEE. Jadi sekarang itu, kita bicara bagaimana menjaga ekosistem dan habitat buaya badas hitam tapi juga selaras dengan ekonomi masyarakat. Kita lihat apa yang bisa dikerjakan bersama, perusahaan-perusahaan di sekitar juga harus ikut andil,” ujarnya.

Sebelumnya, Bupati Kutim telah menetapkan SK Bupati bernomor 031/K.677/2016 tanggal 10 oktober 2016, tentang pembentukan forum pengelolaan KEE di Lahan Basah Mesangat, Kecamatan Long Mesangat dan Danau Suwi di Kecamatan Muara Ancalong. Forum tersebut bertugas membentuk perlindungan kawasan ekosistem penting Lahan Basah Mesangat Suwi seluas 13 ribu ha.

“Sebenarnya dengan SK Gubernur tentang penetapan peta indikatif saja, lahan basah Mesangat Suwi sudah sah menjadi KEE. Apalagi diperkuat oleh SK Bupati tentang pembentukan forum. Pemkab Kutim sangat mendukung upaya forum KEE tersebut,” ujarnya.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), LBMS berada pada area Cekungan Air Tanah Sendawar, yang semestinya menjadi zona konservasi air tanah. Pengkajian cepat (Rapid Assessment) yang dilakukan oleh unit pelaksana teknis Perlindungan dan Pelestarian Alam (UPT PPA), Dinas Kehutanan provinsi Kalimantan Timur pada periode Juni-September 2016 menghasilkan kesimpulan bahwa LBMS memenuhi 4 dari 6 kriteria sebagai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) yaitu: KBKT 1-Keanekaragaman spesies, KBKT 3-Ekosistem dan habitat, KBKT 4-Jasa ekosistem dan KBKT 5-Kebutuhan masyarakat.

Koordinator program konsorsium, Monica Kusneti menjelaskan usulan pengelolaan LBMS menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) dimulai pada tahun 2016. diketahui, KEE merupakan ekosistem di luar Kawasan Suaka Alam dan/atau Kawasan Pelestarian Alam yang secara ekologi, sosial dan ekonomi penting untuk menunjang kelangsungan kehidupan bagi kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

“KEE LBMS memiliki manfaat luas bagi kehidupan. Tidak hanya flora dan fauna, tapi juga manusia. Kenapa KEE harus ada, ini adalah salah satu langkah untuk terus menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati di sana,” katanya.

Diceritakan Monica, upaya pembentukan KEE membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dengan dibentuknya Forum Pengelolaan KEE LBMS, diyakini akan berdampak sangat baik untuk kelestarian ekosistem LBMS. Pasalnya, tujuan dari pengelolaan jangka panjang, adalah untuk melindungi fungsi lahan basah itu sendiri. Forum ini beranggotakan pemerintah kecamatan, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Kutim, OPD Provinsi Kaltim, Perguruan Tinggi (PT), Lembaga Penelitian (Litbang), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Monica menyebut pengelolaan kolaborasi jangka Panjang ini sesuai dengan misi ke 5 Kabupaten Kutai Timur, yaitu Mewujudkan Sinergi Pengembangan Wilayah dan Integrasi Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan. Saat ini, lanjut dia, masih diperlukan data dan informasi yang lebih komprehensif, komunikasi dan sinergi para pihak dari tingkat desa dan pemerintah di berbagai tingkatan untuk rencana pembangunan yang terintegrasi dan sesuai dengan karakteristik wilayah.

Sementara itu, penanggungjawab konsorsium, Suimah menjelaskan program penguatan forum KEE LBMS dimulai oleh Yasiwa dan Yayasan Ulin. Kegiatan di lapangan didukung melalui pendanaan TFCA Kalimantan. “Konsorsium mengajukan program penguatan pengelolaan kolaborasi di kawasan ekosistem LBMS sebagai habitat Buaya Badas Hitam dan bekantan di Kabupaten Kutim. Untuk program ini kita saat sampai tahun 2024,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, forum tersebut akan terus berlanjut selama KEE LBMS masih berjalan melalui kebijakan pemerintah. Namun, jika anggota forum didapati tidak melakukan sinergi program, maka hal itu akan mempengaruhi status KEE LBMS.

“Artinya jika tidak ada dukungan dari anggota forum, maka kemungkinan merubah status. Sejauh ini, kolaborasi forum masih terjaga baik. Perusahaan di sekitar juga ikut andil, apalagi itu sebagai tanggung jawab dari perusahaan untuk melakukan pengelolaan di lingkungannya. Nah kemudian area lain yang tidak masuk dalam areal perusahaan adalah menjadi tanggung jawab bersama oleh anggota forum,” paparnya.

Dia berharap, keberlangsungan KEE LBMS dapat terus dilestarikan dan terjaga baik. Pasalnya, KEE LBMS memiliki manfaat luas tidak hanya untuk satwa, tapi juga untuk masyarakat sekitarnya. “Lahan Basah Mesangat Suwi memberikan nilai manfaat langsung bagi manusia dan manfaatnya secara ekologis sangat banyak. Sehingga harus terus dijaga dan dilestarikan,” pungkasnya.